Evolusi
Struktur, evolusi, dan nasib akhir sebuah bintang sangat dipengaruhi oleh massanya. Selain itu, komposisi kimia juga ikut mengambil peran dalam skala yang lebih kecil.
Terbentuknya bintang
Bintang terbentuk di dalam awan molekul; yaitu sebuah daerah medium antarbintang yang luas dengan kerapatan yang tinggi (meskipun masih kurang rapat jika dibandingkan dengan sebuah vacuum chamber yang ada di Bumi). Awan ini kebanyakan terdiri dari hidrogen dengan sekitar 23–28% helium dan beberapa persen elemen berat. Komposisi elemen dalam awan ini tidak banyak berubah sejak peristiwa nukleosintesis Big Bang pada saat awal alam semesta.
Gravitasi mengambil peranan sangat penting dalam proses pembentukan bintang. Pembentukan bintang dimulai dengan ketidakstabilan gravitasi di dalam awan molekul yang dapat memiliki massa ribuan kali Matahari. Ketidakstabilan ini seringkali dipicu oleh gelombang kejut dari supernova atau tumbukan antara dua galaksi. Sekali sebuah wilayah mencapai kerapatan materi yang cukup memenuhi syarat terjadinya instabilitas Jeans, awan tersebut mulai runtuh di bawah gaya gravitasinya sendiri.
Berdasarkan syarat instabilitas Jeans, bintang tidak terbentuk sendiri-sendiri, melainkan dalam kelompok yang berasal dari suatu keruntuhan di suatu awan molekul yang besar, kemudian terpecah menjadi konglomerasi individual. Hal ini didukung oleh pengamatan dimana banyak bintang berusia sama tergabung dalam gugus atau asosiasi bintang.
Begitu awan runtuh, akan terjadi konglomerasi individual dari debu dan gas yang padat yang disebut sebagai globula Bok. Globula Bok ini dapat memiliki massa hingga 50 kali Matahari. Runtuhnya globula membuat bertambahnya kerapatan. Pada proses ini energi gravitasi diubah menjadi energi panas sehingga temperatur meningkat. Ketika awan protobintang ini mencapai kesetimbangan hidrostatik, sebuah protobintang akan terbentuk di intinya. Bintang pra deret utama ini seringkali dikelilingi oleh piringan protoplanet. Pengerutan atau keruntuhan awan molekul ini memakan waktu hingga puluhan juta tahun. Ketika peningkatan temperatur di inti protobintang mencapai kisaran 10 juta kelvin, hidrogen di inti 'terbakar' menjadi helium dalam suatu reaksi termonuklir. Reaksi nuklir di dalam inti bintang menyuplai cukup energi untuk mempertahankan tekanan di pusat sehingga proses pengerutan berhenti. Protobintang kini memulai kehidupan baru sebagai bintang deret utama.
Deret Utama
Bintang menghabiskan sekitar 90% umurnya untuk membakar hidrogen dalam reaksi fusi yang menghasilkan helium dengan temperatur dan tekanan yang sangat tinggi di intinya. Pada fase ini bintang dikatakan berada dalam deret utama dan disebut sebagai bintang katai.
Akhir sebuah bintang
Ketika kandungan hidrogen di teras bintang habis, teras bintang mengecil dan membebaskan banyak panas dan memanaskan lapisan luar bintang. Lapisan luar bintang yang masih banyak hidrogen mengembang dan bertukar warna merah dan disebut bintang raksaksa merah yang dapat mencapai 100 kali ukuran Matahari sebelum membentuk bintang kerdil putih. Sekiranya bintang tersebut berukuran lebih besar dari matahari, bintang tersebut akan membentuk superraksaksa merah. Superraksaksa merah ini kemudiannya membentuk Nova atau Supernova dan kemudiannya membentuk bintang neutron atau Lubang hitam.
Diketahui, tahap awal dari seluruh bintang, termasuk Matahari kita, dimulai saat daerah padat di awan gas dan debu antarbintang atau disebut sebagai nebula yang mulai menyusut dan menghangat. Pembentukan bintang biasanya terjadi karena adanya keruntuhan gravitasi pada nebula tersebut. Keruntuhan gravitasi tersebut bisa disebabkan oleh berbagai macam peristiwa seperti tabrakan galaksi atau ledakan supernova. Setiap nebula di alam semesta dapat melahirkan beberapa lusin sampai ribuan bintang sekaligus jika mengalami keruntuhan gravitasi. Untuk membentuk bintang seperti Matahari kita, yang berdiameter sekitar 1.391.000 kilometer, dibutuhkan sekumpulan awan gas dan debu yang seratus kali lebih besar dari ukuran tata surya kita. Ini baru permulaan. Setelah sejumlah besar gas dan debu berkerumun, mereka membentuk apa yang kita sebut sebagai protobintang. Bagi Matahari kita, maupun bintang-bintang dengan massa yang sama dengan Matahari kita, fase protobintang akan berakhir setelah sekitar 100.000 tahun dari sejak pertama terbentuk. Setelah itu, protobintang akan berhenti tumbuh dan cakram material di sekitarnya akan hancur oleh radiasi. Fase selanjutnya adalah, jika protobintang tidak berhasil memperoleh cukup massa, maka ia akan menjadi bintang gagal; sebuah katai cokelat akan terbentuk. Benda-benda kecil yang malang ini adalah objek subbintang yang tidak mampu mempertahankan reaksi fusi hidrogen di inti mereka, karena massa mereka tidak mencukupi. Sebuah katai cokelat terlalu besar untuk disebut planet, tapi sayangnya terlalu kecil untuk disebut bintang. Sampai tahun 1995, mereka hanya sebuah konsep teoritis. Namun sekarang para astronom telah banyak menemukan katai cokelat.
Lain halnya bila sang protobintnag tadi mendapatkan massa yang cukup besar, maka ia akan mampu menyatukan atom hidrogen menjadi helium, dan selanjutnya akan memasuki fase di mana Matahari kita saat ini berada, fase deret utama (main sequence). Bintang-bintang yang masuk ke fase deret utama akan menikmati sebagian besar hidupnya dalam fase tersebut. Pada titik ini, fusi nuklir para inti bintang akan mengubah hidrogen menjadi helium. Bintang-bintang deret utama cenderung stabil karena tekanan cahaya energinya dapat menyeimbangkan dirinya dari keruntuhan gravitasi. Diketahui, sekitar sembilan dari sepuluh bintang di alam semesta adalah bintang yang berada dalam fase deret utama. Bintang-bintang yang ada di fase ini bisa memiliki massa mulai dari sepersepuluh dari massa Matahari kita hingga 200 kali lebih besar dari Matahari kita, dan berapa lama bintang akan bertahan dalam fase deret utama akan bergantung pada ukurannya. Sebuah bintang dengan massa yang lebih tinggi biasanya memiliki lebih banyak material untuk kehidupannya, sehingga akan memiliki periode kehidupan yang lebih singkat atau lebih cepat karena suhu inti yang lebih tinggi yang disebabkan oleh gaya gravitasi yang lebih besar. Bintang seukuran Matahari kita akan menghabiskan sekitar 10 miliar tahun dalam fase deret utama, tapi bintang yang 10 kali lebih besar dari ukuran Matahari kita hanya mampu bertahan sekitar 20 juta tahun. Setelah fase deret utama berakhir, maka sebuah bintang akan masuk ke fase di mana ia menjadi bintang raksasa merah. Raksasa merah adalah bintang yang sekarat dan merupakan salah satu tahap terakhir dari evolusi bintang tersebut. Dalam waktu beberapa miliar tahun lagi, Matahari kita akan mengembang menjadi raksasa merah, diameternya akan membesar sehingga bakal melahap planet-planet mulai dari Merkurius hingga Mars (jangan khawatir, kita kemungkinan sudah mati sebelum hal itu terjadi). Setelah bintang berhenti mengubah hidrogen menjadi helium melalui fusi nuklir, gravitasi akan mengambil alih. Semuanya akan runtuh pada fase ini. Bintang raksasa merah bakal mencapai diameter yang luar biasa besar: 100 juta sampai 1 miliar kilometer.
Energi dari bintang yang sekarat ini akan tersebar ke area yang lebih luas. Bintang akan memiliki suhu yang lebih rendah dari sebelumnya. Perubahan suhu tersebut menyebabkan bintang akan bersinar lebih ke arah spektrum merah; Inilah yang memberi nama raksasa merah. Bagaimana sebuah bintang mati nantinya akan tergantung pada ukurannya. Pertama, mari kita bahas kematian bintang yang lebih kecil, yakni bintang yang memiliki massa yang lebih kecil atau setara sekitar delapan kali massa Matahari kita. Pada proses akhir evolusinya, bintang kecil tersebut (termasuk Matahari kita) tidak akan meledak, melainkan berevolusi menjadi katai putih. Katai putih merupakan sisa-sisa dari bintang tua yang mati, ia memiliki struktur yang sangat padat. Satu sendok teh materi katai putih bobotnya setara dengan seekor gajah, atau sekitar 5,5 ton. Diameter katai putih sangatlah kecil, yakni hanya 0,01 kali Matahari kita, tapi massanya hampir setara Matahari kita. Setelah puluhan atau bahkan ratusan miliar tahun, katai putih akan mendingin sampai menjadi katai hitam, yang tidak bisa terlihat lagi karena ia memancarkan radiasi pada suhu yang sama dengan latar belakang gelombang mikro kosmis. Selanjutnya, mari kita bahas bintang yang lebih besar, yakni bintang dengan setidaknya lebih besar dari delapan kali massa Matahari. Bintang-bintang besar ini akan mengalami kematian yang jauh lebih hebat, dan tampaknya jauh lebih indah. Bintang-bintang besar, di tahap akhir evolusinya, akan meledak dalam supernova saat kehabisan bahan bakarnya. Ketika supernova meledak, mereka melemparkan isi perut mereka ke ruang angkasa dengan kecepatan 9.000 sampai 25.000 mil per detik. Ledakan ini menghasilkan banyak material di alam semesta termasuk beberapa elemen berat seperti besi, yang membantu membentuk diri kita hingga planet seperti Bumi kita. Jadi bila ada seseorang yang memiliki sifat keras bagaikan besi, itu adalah sifat alamiah mereka karena kita terbentuk dari elemen berat akibat ledakan supernova miliaran tahun yang lalu. Setelah ledakan supernova, sisa inti bintang yang tertinggal bisa membentuk lubang hitam atau bintang neutron, yang keduanya sangat merusak tapi juga sangat indah. Bintang neutron sulit ditemukan dan sangat misterius. Bintang neutron diperkirakan hanya memiliki diameter seukuran kota Jakarta, tapi sangat padat: jika Anda bisa mengambil massa Matahari kita, melipatgandakannya, dan kemudian menyusutkannya seukuran Jakarta, maka itulah kira-kira betapa padatnya bintang neutron. Satu meter kubik bintang neutron beratnya kurang dari 400 miliar ton. Semua kepadatan itu membuat gravitasi permukaan bintang neutron benar-benar sangat besar.
Sebagai alternatif, apa yang tersisa setelah supernova bisa menjadi sebuah lubang hitam. Lubang hitam juga merupakan benda misterius di alam semesta. Sebuah lubang hitam dapat memiliki sejumlah besar massa namun diameternya sangat kecil sehingga memiliki gravitasi yang cukup kuat untuk menarik apapun termasuk cahaya. Benda misterius ini dapat memperlambat waktu dan merobek tubuh Anda jika berada terlalu dekat dengannya. Sejauh ini, tidak ada yang bisa lepas dari tarikan lubang hitam saat mencapai cakrawala peristiwanya. Setiap material yang memasuki lubang hitam tidak akan pernah terlihat lagi. Jadi, itulah siklus kehidupan bintang di alam semesta. Lain kali ketika Anda sedang melihat taburan bintang-bintang di langit, ingatlah, beginilah cara mereka diciptakan dan bagaimana mereka akan mati.
0 komentar:
Posting Komentar